Kafer jurnal Cordium Teologi Vol 2 tahun 2019



“KERAJAAN ALLAH SEPERTI SEORANG ANAK KECIL” BERDASARKAN INJIL MARKUS 10:13-16 DAN IMPLIKASINYA DALAM PELAYANAN ANAK
Kartini Sianturi M.Th

Abstraksi
Karya tulis ini dengan judul Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil berdasarkan Injil Markus 10:13-16 dan implikasinya dalam pelayanan anak. Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui makna perkatataan Tuhan Yesus bahwa kerajaan Allah seperti seorang anak kecil. Untuk mengetahui juga maksud dari perkataan itu. Tentunya yang menjadi masalah adalah apakah makna sesungguhnya perkataan Tuhan Yesus bahwa kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, dan bagaimana penerapannya dalam pelayanan baik di sekolah dan di gereja. Karya tulis ini membahas soal kerajaan Allah dalam hubungannya dengan pelayanan di gereja dan masyarakat.


Kata kunci : kerajaan, anak kecil, pelayanan.



A.                Latar belakang

Tulisan ini menggunakan metode penelitian dengan cara mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan tema kerajaan Allah, untuk mencari makna perkataan Tuhan Yesus itu. Kemudian mengadakan wawancara dengan pihak lembaga Pelayanan Anak, dan juga tentu dokumen-dokumen yang mereka pakai untuk mengajar anak-anak. Untuk mencari tahu apa makna kerajaan Allah seperti seorang anak kecil. Tema kerajaan Allah memang sudah banyak buku yang membahas tema ini.
Kerajaan Allah adalah tema yang diungkapkan di dalam keseluruhan Perjanjian Lama dan juga Perjanjian Baru. Kerajaan Allah  juga merupakan tema yang paling penting dalam pelayanan Yesus ke dunia ini, walaupun pada zaman Perjanjian Baru dan sampai sekarang ini suatu hal yang sangat sulit di mengerti dan di lakukan oleh setiap orang percaya. George V. Pixley juga mengatakan bahwa kerajaan Allah itu di tinjau dari kehidupan Israel yang berawal dari zaman Perjanjian Lama yang artinya “bagi kehidupan kultus, politis, ideologis, dalam bermasyarakat seperti dijelaskan bahwa penghormatan terhadap Allah sebagai raja adalah tema umum dalam agama Timur Tengah Kuno. Hal ini kelihatan dalam perayaan Israel dalam Mazmur 7:12-17 dan arti secara politik perjanjian Israel dengan Yahweh menjelaskan secara toleran yang menjadi ciri khas agama alkitabiah.” Jangan engkau sujud menyembah kepada allah lain....”[1]
Sejarah kerajaan Allah dalam Perjanjian Baru, suatu hal yang sulit untuk dijelaskan secara tepat. Tetapi dalam keterbatasan manusia Allah yang sumber hikmat dan pengetahuan yang memberikan pemahaman dalam kehidupan manusia sehingga ada banyak gagasan para ahli untuk mengemukakan pendapat mereka tentang hal ini. Dalam idiom Barat kerajaan adalah wilayah dimana seorang raja menjalankan kekuasaannya. Kamus mengikuti garis pemikiran ini dengan memberikan definisi modern pertama atas kerajaan, yakni: “ Negara atau monarki, yang kepalanya adalah seorang raja; dominion; wilayah kekuasaan.”[2]
Berbicara tentang kerajaan maka hal ini berkaitan dengan kedudukan raja atau pejabat. Bagi yang mau masuk dalam kerajaan adalah orang yang mendapat posisi atau kedudukan yang istimewa. Posisi ini sangat jelas dalam situasi kehidupan di zaman Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya. Ternyata konsep kerajaan Allah menurut Yesus berbeda dengan murid-murid-Nya. Posisi kerajaan Allah diibaratkan seperti seorang anak kecil. Hal ini tentu sulit diterima oleh orang-orang di zaman murid dan sampai saat ini. Mengapa konsep yang menurut Tuhan Yesus ini sangat sulit dilakukan di zaman sekarang karena Gereja masih melihat atau memandang bukan soal kerajaan Allah tetapi kedudukan mereka di dalam organisasi Gereja. Arti dari kerajaan Allah dapat kita pahami dari kata dasar dari kerajaan.
Kalau kata “kerajaan” merujuk ke Kerajaan Allah, maka kata itu selalu merujuk ke pemerintahan-Nya, kepemimpinan-Nya, kedau- latan-Nya, dan bukan kepada wilayah kekuasaan dimana kerajaan itu dijalankan. Mazmur 103: 19. “Tuhan sudah menegakkan takhta-Nya di surga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu.” Kerajaan Allah adalah pemerintahan universal-Nya, kedaulatan-Nya atas seluruh bumi.[3]
Dalam hal ini penulis memahami bahwa kerajaan Allah bagaimana manusia harus tunduk kepada kekuasaan Allah yang sepenuhnya percaya akan segala sesuatu. “Sekalipun kerajaan sudah datang namun masih akan disempurnakan, kita mulai dengan perkataan-perkataan Yesus yang tidak menunjuk pada suatu kerajaan duniawi,  tapi pada ketertiban kekal Allah dimana  pemerintahan-Nya tidak datang atau pergi tetapi tetap hadir”.[4]

a.        Orang Yang Menerima Kerajaan Allah
            Penulis mencoba melihat ayat 16 “Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.”
            Dalam ayat 16 ini penulis menanggapi bahwa setelah Yesus menjelaskan siapa yang berhak menerima Kerajaan itu atau siapa yang berhak memasukinya, maka selanjutnya Dia menunjukkan bahwa Dialah yang berhak memberi berkat itu kepada anak-anak itu sesuai dengan harapan mereka bahkan lebih dari itu. Suatu bukti dari tindakan Yesus dengan orang yang membutuhkan Dia bahwa melimpah dari apa yang mereka harapkan:
1.        Ia memeluk anak-anak itu. Sekarang firman Tuhan digenapi
(Yesaya 40:11), Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan meng-himpunkan-Nya dengan tangan-Nya. Dulu Yesus sendiri digendong oleh Simeon tua (Lukas 2:28) dan sekarang giliran-Nya menggendong anak-anak ini, tetapi tanpa mengeluh atas beban mereka (seperti yang dilakukan Musa ketika ia diperintahkan untuk membawa bangsa Israel si anak perengek itu, dalam pangkuannya, seperti pak pengasuh memangku anak yang menyusu, Bilangan 11:12), tetapi bergembira karenanya. Jika kita dengan cara yang benar membawa anak-anak kita kepada Kristus, Ia akan menggendong mereka, tidak hanya dalam pelukan kuasa dan pemeliharaan-Nya, tetapi juga di dalam pelukan belas kasihan dan anugerah (Yehezkiel 16:8) mereka akan terbungkus dalam pelukan abadi.
2.        Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka, yang menandakan
penganugerahan Roh-Nya atas mereka (karena begitulah maksud tangan Tuhan) dan pemisahan mereka untuk diri-Nya.
3.        Ia memberkati mereka dengan berkat rohani yang dibawa-Nya
serta ketika datang ke dunia ini. Anak-anak kita akan berbahagia hanya jika mereka bisa memperoleh berkat dari Sang Pengantara sebagai bagian berharga bagi hidup mereka.[5]

            Bertolak dari pernyataan Henry di atas, maka penulis menekankan kembali bahwa setiap orang dapat menerima dan memasuki kerajaan itu, ketika Yesus sendiri yang  bertindak dalam hidup setiap orang yang datang kepada-Nya. Melalui pelukan kasih sayang-Nya, dan setiap anak-anak yang datang merasakan tangan-Nya yang menjamah mereka dan juga mereka mengalami berkat dari Tuhan Yesus sendiri.

b.      Seorang Pelayan seperti seorang anak kecil.
            Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka sesungguhnya dalam bagian ini penulis lebih menekankan bagaimana orang percaya dapat melakukan atau mempraktekkan perkataan Yesus itu bahwa Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil. Setiap orang percaya perlu mengetahui perkataan Yesus ini sehingga dengan mengetahui makna ini maka orang percaya dapat melakukan di lingkungan dimana orang percaya berada. Menjadi seperti seorang anak kecil memang sulit untuk melakukan hal ini karena anak-anak itu memiliki pandangan yang selalu tergantung kepada orang tua atau kepada siapa saja yang mereka percaya. Hal yang sama Yesus mengingatkan semua orang percaya supaya orang percaya itu selalu bergantung pada Tuhan Yesus.
            Menurut William Barclay menuliskan apa yang ada pada diri anak-anak itu sehingga Yesus mengatakan hal itu:
1.    Ada kerendahan hati pada anak-anak. Memang ada anak-anak yang
suka memamerkan kehebatannya. Namun, yang seperti itu sebetulnya jarang ditemukan. Kalaupun ada, ia adalah produk dari perlakuan orang dewasa yang keliru membimbingnya. Biasanya, malu kalau ditonjolkan dan ditampilkan di depan umum. Ia belum terbiasa untuk berpikir tentang keangkuhan dan harga diri. Ia belum menyadari betapa penting dirinya.
2.    Ada ketaatan pada diri anak-anak. Benar bahwa anak-anak kadangkala
tidak patuh, tetapi meskipun kelihatan paradoks, naluri alami adalah patuh. Ia belum belajar keangkuhan dan kemandirian palsu yang memisahkan seseorang dari sesamanya dan dari Allah.
3.    Ada kepercayaan pada diri anak-anak. Hal ini dapat dilihat dalam dua
     hal.
a.    Dapat dilihat melalui penerimaan anak akan otoritas.
Adakalanya anak itu berpikir bahwa ayahnya tahu segala-galanya dan bahwa ayahnya selalu benar. Ia selalu bertumbuh dalam keyakinannya ini. Kadang-kadang hal ini membuat kita malu. Namun secara naluriah, anak itu menyadari ketidaktahuan dan ketidak berdayaannya dan menaruh percaya pada seseorang, yang menurutnya mengetahui semua.
b.    Dapat dilihat melalui keyakinan anak kepada orang lain. Ia
tidak berharap bahwa seseorang itu jahat. Ia akan menjalin persahabatan dengan orang yang asing sama sekali. Salah seorang yang terkenal pernah berkata bahwa pujian terbesar yang pernah diberikan kepadanya adalah ketika seorang anak kecil datang kepadanya, orang yang tidak dikenal anak itu sebelumnya, dan memintanya untuk mengikat tali sepatunya. Anak belum belajar untuk mencurigai dunia ini. Ia masih percaya bahwa orang lain selalu baik. Kadangkala kepercyaan itu membahayakan dirinya karena ada saja orang yang tak pantas dipercayai dan malah menyalahgunakan kepercayaan anak-anak. Meskipun demikian, menaruh percaya merupahan hal yang indah.
4.    Ada sifat mudah melupakan pada diri anak. Ia belum belajar untukmenyimpan dendam dan memelihara kebencian. Sekalipun ia diperlakukan tidak adil, ia akan lupa, bahkan lupa sebegitu rupa sehingga dia sama sekali tidak perlu memberi maaf.[6]

            Dalam uraian di atas, penulis menekankan kembali bahwa sebagai seorang pengajar harus seperti anak kecil, yang polos hati . Seperti apa yang telah diuraikan di atas bahwa pengajar tentu harus memiliki sifat dasar yang dimiliki anak-anak kecil. Dimana anak kecil ada kerendahan hati, tidak mengerti tentang keangkuhan dalam hidupnya. Dalam dirinya ada ketaatan terhadap otoritasnya seperti orang tua, atau pengasuhnya. Ia selalu tunduk pada orang yang mereka percayai. Kemudian dalam diri anak-anak ada rasa percaya sepenuhnya terhadap orang yang mereka anggap lebih  dari mereka. Segala apa yang menjadi keputusan dan perintah seorang yang punya otoritas atasnya pasti dia menganggap hal itu baik dan benar. Kepada siapa saja anak-anak itu mudah percaya dan tidak pernah mencurigai sesuatu atau seseorang. Hal yang paling terakhir dimana anak-anak itu mudah melupakan sesuatu dan tidak menyimpan dendam terhadap sesa-manya, karena memang dia percaya sehingga dia tidak perlu minta maaf  kepada orang lain. Kehidupan anak-anak ini mempunyai cara pandang yang berbeda dengan orang yang sudah dewasa. Sedangkan orang yang sudah dewasa kebanyakan memikirkan hal-hal yang jauh lebih tinggi dari anak-anak ini.
Namun anak-anak, khususnya di bawah usia 12 tahun, adalah masa keemasan pembentukan kehidupan yang mungkin menjadi wadah dimana Roh Kudus mengalirkan berkat melalui orang ini kepada banyak jiwa. Atau mungkin juga menajadi wadah dimana setan memperalat orang ini untuk merusak satu masyarakat atau bangsa. Sebelum berusia 12 tahun, masih ada kemungkinan seseorang anak digarap menjadi suatu wadah yang memiliki iman, pengharapan, dan kasih secara berlimpah-limpah, sehingga bisa menjadi berkat bagi orang banyak. Oleh karena itu masa kanak-kanak merupakan masa yang paling penting. [7]

            Bertolak dari uraian di atas, penulis tegaskan kembali bahwa anak-anak di bawah umur 12 tahun tidak dapat diabaikan oleh siapa pun termasuk pelayan atau orang dewasa Kristen yang membangun iman mereka di dalam Kristus. Jika seorang yang percaya mengabaikan anak-anak itu atau menghalangi mereka untuk bertumbuh dalam iman dan kepercayaan mereka kepada Kristus maka anak-anak bisa terkontaminasi dengan hal-hal yang buruk yang tidak memuliakan nama Tuhan Yesus. Hal seperti ini yang Tuhan Yesus mau kepada para pengikut-Nya atau setiap orang percaya supaya orang pecaya itu memperoleh suatu bagian dalam kerajaan Allah.
            Dari semua penjelasan di atas, penulis menekankan bagi seluruh lapisan umur sebagai orang percaya masa kini, baik anak-anak, remaja, pemuda maupun dewasa dan lanjut usia bahwa setiap orang perlu mengetahui makna Kerajaan Allah yang dimaksud Yesus sehingga dalam praktek hidup orang percaya sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus inginkan.
            Bagi anak-anak, pemahaman tentang makna perkataan Yesus itu dapat dilakukan dengan cara menerima pengajaran dari Alkitab melalui persekutuan anak-anak yaitu Sekolah Minggu atau acara-acara persekutuan anak-anak Kristen lainnya. Anak-anak masa kini tidak akan mengerti hal ini kalau mereka tidak belajar untuk menjadi anak-anak yang percaya penuh kepada Kristus. Hal ini juga dapat berjalan dengan baik kalau seorang pengajar memberi perhatian penuh kepada anak-anak. Berarti dalam memahami perkataan Yesus ini untuk dapat dilakukan oleh anak-anak, mereka juga harus dapat bimbingan dari seorang guru atau pengasuh mereka. Kemajuan zaman sekarang banyak anak-anak yang tidak seperti apa yang Yesus mau dalam pengajaran tentang pentingnya menerima dan memasuki kerajaan itu karena mereka tidak ada pengajaran dan perhatian dari Gereja dan dari seorang guru sehingga mereka cenderung ke hal-hal yang merusak moral mereka sendiri.
Untuk menghindari bahaya itu gereja wajib memimpin dan mengajar dengan sungguh-sungguh dan setia, supaya mereka jangan meninggalkan kandang domba itu dan nanti hilang pada jalan yang sesat. Hendaknya gereja membina dan mengembangkan iman anak-anak yang memang masih sederhana itu. Jangan menganggap iman mereka sebagai hal yang kurang penting. Corak iman itu tentu  saja sesuai dengan taraf perkembangan umumnya. Atas dasar yang berharga itu pengertian anak tentang isi imannya harus diperdalam.[8]

            Hendaknya Gereja atau jemaat memberi perhatian kepada anak-anak dalam segala upaya yang dalam iman dan kepercayaan kepada Kristus. Sama seperti yang dilakukan oleh Yesus sendiri ketika Dia membiarkan anak-anak itu datang kepada-Nya. Tuhan Yesus senang dengan anak-anak dan merangkul mereka dalam kasih sayang-Nya. Gereja juga harus seperti itu untuk menjadikan anak-anak itu mengenal keselamatan yang kekal dalam Yesus.
            Bagi remaja dan pemuda, tentu ada banyak pengajaran yang telah diterima sebelum masuk dalam usia remaja. Perlu hal ini terus dikembangkan melalui ikut terlibat dalam pelayanan dengan segala yang bisa dilakukan bagi kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus. Hal ini juga tidak tertutup kemungkinan untuk menerima pengajaran dari seorang pelayan ataupun pengajar Kristen lainnya guna mengembangkan diri dalam pelayanan.
            Demikian juga seorang pelayan gerejawi atau pengajar Kristen harus mengetahui tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang pelayan Kristen. Seorang pelayan tidak perlu meremehkan anak-anak dan segala pelayanan lain. Bukan hanya anak-anak tetapi juga orang yang sudah tua atau lanjut usia  perlu diadakan pemahaman tentang apa yang diajarkan Yesus kepada  orang percaya. Walaupun dalam kenyataan sekarang ini para pelayan atau gembala mempunyai kesibukan yang banyak tetapi perlu diingat bahwa anak-anak kecil adalah pewaris Kerajaan Allah. Inilalah yang menjadi tanggungjawab seorang pelayan dan seluruh orang Kristen supaya menjadi saluran berkat bagi orang lain.
“Pembinaan spiritual Kristiani tidak lain dari upaya melengkapi warga gereja untuk menghidupi cerita Injil dan kebenaran firman yang didengar dan diperdengarkan, mengamalkan pengakuan iman. Mengikuti Kristus dan menghidupi keberadaan-Nya, itulah panggilan kita. Tugas pemulihan warga gereja proses sepanjang hidup untuk menjadi citra Allah, yang benar sebagaimana yang nyata di dalam Kristus.”[9]

            Jadi dari semua yang telah diuraikan di atas, penulis dapat memahami bahwa tugas dan tanggungjawab  pengajar Kristen untuk memperkenalkan kepada jemaat, anak-anak kecil, bahkan kepada semua orang, siapa yang berhak menerima berkat keselamatan itu, yaitu hanyalah kepada mereka yang menerima dan membutuhkan Tuhan Yesus dalam hidupnya sehingga mereka menjadi bagian dari Kerajaan Allah.

c.         Memiliki Kerinduan Untuk Selalu Datang Kepada Yesus
             “Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang di buang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah.” (I Petrus 2:4). Dalam ayat ini memberi makna bahwa setiap orang percaya pada masa kini supaya memiliki hubungan yang begitu erat dengan Yesus melalui kedatangan setiap mereka kepada-Nya. Yesus mengajarkan kepada murid-murid dengan mengatakan “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku”. Yesus mengajak anak-anak itu datang kepada Dia. Dalam hal ini, bukan hanya kepada anak-anak pada waktu peristiwa itu terjadi, tetapi hal yang sama juga berlaku bagi semua orang yang percaya masa kini supaya memiliki suatu kerinduan untuk selalu datang kepada Yesus sebagai sumber berkat keselamatan yang kekal. Pengajar  perlu manyanjung dan memuliakan Kristus yang sumber berkat keselamatan kekal itu, sehingga orang percaya menerima bagian dalam pengharapan Kerajaan Allah.
            Seperti anak kecil yang tidak banyak pertimbangan dan tidak tahu harga yang mahal atau murah, demikian pula pelayan anak atau pengajar sekolah minggu seperti anak kecil.

d.     Melayani Sesuai Dengan  Karunia.
1)      Merupakan Panggilan.
            “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.” (I Petrus 4:10).
            Seperti ayat di atas, penulis menegaskan Pelayan yang percaya kepada Yesus harus melayani sesamanya dengan karunia dan kemampuan yang Tuhan berikan kepada dia. Demikian juga dalam pembahasan sebelumnya, Yesus telah mengingatkan murid-murid dan semua orang percaya bahwa seorang yang percaya harus memperhatikan atau pun mempedulikan orang lain yang membutuhkan pertolongan. Murid-murid Yesus dan orang Yahudi menganggap anak kecil itu remeh sehingga Yesus sendiri memberi teladan untuk melayani. Berarti dalam segala kesibukan dan keadaan yang tidak mendukung justru orang percaya harus memperhatikan orang lain disekitar kita. Murid-murid Yesus berpikir bahwa kedatangan anak-anak kecil itu kepada Yesus, tidak terlalu penting untuk dilayani karena Yesus mempunyai kesibukan tersendiri dan pekerjaan yang lain. Tetapi justru sebaliknya Yesus mengajarkan kepada murid-murid bahwa jangan menghalangi anak-anak itu untuk menerima sentuhan tangan Yesus.
            Hal ini juga berlaku bukan saja kepada murid-murid Yesus yang ada pada waktu itu, tetapi juga berlaku bagi orang percaya masa kini. Yesus mengingatkan bahwa melayani lebih penting dari pada dilayani. Setiap Pelayan anak atau guru sekolah minggu terpanggil dalam melayani, baik dalam Gereja maupun di luar Gereja. Bentuk pelayanan orang percaya ada dua jenis:
Pertama. “pelayan internal”, mencakup pelayanan jemaat setempat kepada Tuhan dalam ibadah (melalui doa, pujian, sakramen dan mendengar firman-Nya), pelayanan anggota satu sama lain ”untuk kepentingan bersama (I Korintus 12:7; II Korintus 8:4), dan pelayanan mengajar yang melaluinya jemaat yang percaya itu ditanami norma-norma tradisi rasuli (Kisah Para Rasul 6:4; Roma 12:7). Ketiga hal ini: ibadah, berbagi, dan mengajar sangat penting bagi vitalitas kehidupan batin setiap jemaat-koinonia umat Allah. Kedua, “Pelayan eksternal”, juga mempunyai tiga komponen. Ketiga komponen ini sering digambarkan sebagai “misi” Gereja karena ketiganya mencakup semua hal yang harus dilakukan oleh orang Kristen, dan untuk itulah mereka diutus ke dunia. Ada panggilan khusus untuk melayani mereka  yang memiliki kebutuhan khusus: “orang miskin, janda, yatim, tahanan, tunawisma, dan orang asing di tempat kediamanmu.” Di samping itu, ada juga pelayanan perdamaian yang melaluinya orang Kristen bekerja demi kerukunan antara manusia dan demi keadilan sosial dalam masyarakat. Karena Paulus memberitakan Injil yang menyatakan bahwa orang berdosa dapat didamaikan dengan Allah melalui salib penebusan Kristus, maka ia juga tidak acuh tak acuh kepada kewajiban untuk bekerja demi rekonsiliasi kelompok-kelompok yang bermusuhan dalam masyarakat  (II Korintus 5:18-21). Akhirnya, ada juga pelayanan penginjilan yang melaluinya orang Kristen memperhadapkan laki-laki dan perempuan untuk kabar baik penyelamatan yang menebus mereka melalui kematian dan penguburan  dan kebangkitan Kristus. Orang Kristen harus melayani orang sezamannya  yang belum diselamatkan karena mereka adalah Hamba Agung. Dan pelayanan tertinggi mereka ialah membawa orang bukan Kristen kepada Hamba itu sendiri.[10]        

            Dalam uraian di atas penulis kembali menegaskan bahwa setiap Pengajar dipanggil untuk melayani Tuhan Yesus melalui  meperhatikan sesama yang membutuhkan pertolongan. Tuhan Yesus menghendaki supaya setiap orang percaya masa kini bertumbuh dalam pelayanan baik di dalam Gereja seperti yang dijelaskan di atas maupun di luar Gereja. Pengajar mempunyai penggilan dalam pelayanan dengan karunia yang berbeda-beda. Tetapi apapun karunia itu, harus dipergunakan untuk melayani Tuhan melalui sesama yang ada di sekitarnya.
            Demikian sikap Pengajar untuk lebih mengerti dan memahami bentuk pelayanan yang Tuhan ajarkan bagi setiap Pelayan anak. Pelayanan ini juga bukan hanya sekedar pengajar yang mengetahui dengan kata-kata atau pengetahuan sendiri tetapi lebih pada prakteknya atau perbuatannya.
Di jantung kata diakonia terdapat kata sifat kainos, artinya “bersama”, sehingga kainonos “rekan berbagi”. Secara khusus koinonia mengandung kesaksian tentang tiga hal yang bersama-sama kita pegang. Pertama, ia mengungkapkan tentang yang kita bagi bersama (warisan kita bersama), yang kedua yang kita bgikan bersama (pelayanan kita bersama), dan yang ketiga yang saling kita bagikan satu sama lain (tanggung jawab kita bersama).[11]

            Dari semua hal yang telah dijelaskan di atas, penulis kembali menegaskan bahwa mengajar anak tidak melihat kedudukan, tidak melihat seberapa uang yang diperoleh dan tidak mencari popularitas.

2)      Melayani Bukan Suatu Kedudukan.
            Dalam Injil Markus 10:45 dikatakan disini, “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Dalam ayat ini penulis memahami bahwa Tuhan Yesus yang telah memberikan pengajaran dan teladan bagi Pengajar masa kini untuk memiliki kerendahan hati dan hati yang mau melayani bagi sesama manusia bukan mencari kedudukan yang berharga di dalam sebuah organisasi seperti Gereja atau pun di dalam organisasi masyarakat lainnya. Yesus telah mengingatkan hal ini juga terhadap murid-murid-Nya pada masa mereka bersama-sama dengan Dia. “Agar dapat menerima Kerajaan, orang harus menghormati tangan Yesus yang memberkati dan tertembus paku. Para murid harus melepaskan sangkaan seakan-akan mereka dapat memberi sumbangan untuk Kerajaan itu, dan mereka harus menanggalkan kehausan  akan hormat dan pangkat”.[12] Hal ini menjelaskan kembali bahwa seorang yang percaya pada Kristus melayani Tuhan bukan mencari posisi yang tinggi dalam masyarakat atau pangkat untuk melayani di dalam sebuah organisasi terlebih-lebih dalam Gereja. Demikian hal ini penulis menjelaskan semua supaya setiap orang percaya menjadi berkat terhadap sesama manusia baik dalam rumah tangga, dalam organisasi Gereja atau pun oragnisasi masyarakat lainnya serta dimana pun kita berada. Teladan yang utama dalam melayani adalah Yesus sendiri. Maka dengan itu, Tuhan sendiri yang menjadi sumber berkat dan pengharapan bagi setiap Pengajar dalam sepanjang perjalanan hidup saat ini dan sampai Dia datang kelak. Tuhan Yesus mau supaya orang percaya benar-benar menjadi citra-Nya dimana pun berada membawa kemuliaan bagi nama Tuhan Yesus Kristus.

Kesimpulan
Makna Kerajaan Allah dalam perkataan Yesus bahwa Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil dalam kehidupan orang percaya, dimana Yesus mengharapkan murid-murid-Nya dan orang percaya supaya mereka memiliki sikap yang dimiliki anak-anak kecil itu yang selalu datang kepada Yesus dalam ketidak berdayaannya. Anak-anak itu selalu bergantung kepada otoritasnya yaitu orang tua atau pengasuh mereka. Demikian juga orang percaya selalu bergantung kepada Tuhan Yesus yang punya otoritas dalam hidup ini. Hal ini yang dinginkan Yesus dalam kehidupan orang percaya karena Dialah yang menjadi sumber kehidupan kekal bagi orang percaya kepada-Nya. Jadi makna seseorang menyambut kerajaan Allah seperti menyambut seorang anak kecil adalah sikap polos, tidak berbelit-belit, tidak mencari popularitas dan kedudukan. Pelayanan anak dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan Firman Tuhan.
                         
            Oleh karena itu, Pengajar anak harus punya hubungan yang erat dalam iman dan kepercayaan itu ketika datang kepada Yesus, melayani Dia melalui orang yang ada di dunia ini dan menjadi taat dan rendah hati dalam melakukan tugas dan tanggung jawab itu tanpa mencari posisi atau kedudukan yang lebih tinggi karena semua hal itu dilakukan bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus. Segala sesuatunya berasal dari Tuhan maka semua yang ada pada setiap orang dikembalikan untuk kemuliaan bagi nama Yesus Kristus yang sumber segalanya dalam hidup ini. Pengajaran Yesus bukan suatu kedudukan atau posisi. Oleh karena itu para Pengajar anak selalau ketaatan dan rendah hati dalam melayani Tuhan melalui pelayanan anak.

KEPUSTAKAAN
George Eldon Ladd, Injil Kerajaan, Jakarta: Gandum Mas, Cet. 1, 1994
George V. Pixley, Kerajaan Allah, , Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet. 2, 1998
John. R.W. Stott, dkk, Misi Menurut Perspektif Alkitab, Jakarta: YAKIN, Cet. 1, 2007.
Hunter A.M., Memperkenalkan Teologi Perjanjian Baru,  Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet. 11, 2004.
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Injil Markus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet. 3, 2008.
Stephen Tong, Arsitek Jiwa I, Surabaya, Lembaga Reformed Injili Indonesia, Cet. 7, 2008.
E.G. Homrighausen; I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hal. 122
Ioanes Rakhmat, Mendidik Dengan Alkitab dan Nalar,  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995
John Stott, The Living Church, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet.2, 2009



[1] George V. Pixley, Kerajaan Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet. 2, 1998) hal. 9
[2] John. R.W. Stott, dkk, Misi Menurut Perspektif Alkitab, (Jakarta: YAKIN, Cet. 1, 2007) hal. 79
[3] Ibid, hal. 80
[4] Hunter A.M., Memperkenalkan Teologi Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet. 11, 2004) ha. 16
[5] Matthew Henry, hal. 221
[6] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Injil Markus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet. 3, 2008), hal. 399, 400
[7] Stephen Tong, Arsitek Jiwa I, (Surabaya, Lembaga Reformed Injili Indonesia, Cet. 7, 2008), hal. 2,3
[8] E.G. Homrighausen; I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hal. 122
[9] Ioanes Rakhmat, Mendidik Dengan Alkitab dan Nalar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hal. 274
[10] John R.W. Stott, Johannes Verkuyl, dkk., hal. 145-146
[11] John Stott, The Living Church, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet.2, 2009), hal. 82
[12] Jakob Van Bruggen, hal.346



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Mudah Bahasa Yunani 2

modul bahasa Ibrani 2

Belajar Mudah Bahasa Yunani 3