bahan kuliah Liturgika





BAB I
PENDAHULUAN


A.    Pengertian
Liturgi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, leitourgia, yang berarti kerja bersama.Kerja bersama ini mengandung makna peribadatan kepada Allah dan pelaksanaan kasih, dan pada umumnya istilah liturgi lebih banyak digunakan dalam tradisi Kristen, antara lain umat Katolik. Kurang lebih dapat dibandingkan dengan rukun salat secara berjamaah baik pada hari-hari raya maupun hari Jumat dan salat lima-waktu setiap hari pada umat Islam (lihat: Oxford Dictionary of World Religions, hal.582-3).
Liturgi adalah kegiatan dari Kristus Paripurna, dalam bahasa Latin Christus totus, atau Kristus seluruhnya, yaitu Kristus di surga sebagai kepala dan seluruh jemaat-Nya yang masih ada di dunia, yaitu Gereja yang merupakan Tubuh Kristus, dalam korban pujian dan syukur kepada Allah.
B.     Liturgi Sakramen-sakramen
Pertama-tama adalah Liturgi Sakramen-sakramen: baptis, krisma, ekaristi, pengakuan dosa, urapan orang sakit, tahbisan suci dan perkawinan; puncak dan sumber liturgi sakramen adalah Perayaan Ekaristi atau Misa. Konsili Vatikan II menyatakan: "Upacara liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan seluruh Gereja sebagai Sakramen kesatuan, yaitu umat kudus yang berhimpun bersama Uskup" (Sacrosanctum Concilium, no 26). Maka "Sebagai perayaan bersama dengan dihadiri banyak umat yang ikut serta secara aktif, harus ditandaskan, bahwa bentuk ini lebih diutamakan daripada ibadat perorangan yang bersifat pribadi" (Sacrosanctum Concilium, no 27).
Liturgi dirayakan dengan menggunakan pelbagai tanda dan lambang, baik yang berasal dari pengalaman manusia, tanda-tanda "Perjanjian" antara Allah dan umatNya, tanda-tanda yang diangkat oleh Kristus, dan tanda-tanda sakramental, yang semuanya merujuk pada keselamatan yang berasal dari Kristus, menggambarkan dan mencicipi pada masa sekarang kemuliaan surga. Juga dengan menggunakan perkataan (terutama dalam Liturgi Sabda di mana Kitab Suci dibacakan dan direnungkan) dan Tindakan (terkait dengan masing-masing Sakramen: misalnya pembaptisan, pengurapan minyak, Liturgi Ekaristi, penumpangan tangan). Dengan nyanyian dan musik, dan gambar-gambar kudus, misalnya ikon (Dalam Gereja Ortodoks).

Masa Liturgi
Penanggalan liturgi Gereja dimulai pada hari Minggu Adven pertama, lalu akan ditutup dengan Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam.

Masa Adventus
Adventus dalam Bahasa Latin berarti "kedatangan", istilah ini dahulu kala dipakai untuk umum dalam Imperium Romawi untuk kedatangan kaisar yang dianggap sebagai dewa, kemudian dipakai oleh umat Kristiani untuk menyatakan kedatangan Kristus sang Raja dan Tuhan. Masa Advent adalah masa persiapan sebelum Natal, yakni masa persiapan untuk menghayati makna kedatangan Yesus, sesuai dengan penantian Mesias oleh umat Israel yang terungkap dalam Perjanjian Lama, juga sehubungan dengan kedatanganNya pada akhir zaman. Warna Liturgi masa Advent adalah Ungu untuk hari Minggu Advent I, II, dan IV, dan warna merah muda untuk hari Minggu Advent III (Minggu Gaudete).

Masa Natal
Masa Natal dirayakan Gereja berturut-turut dimulai dari Hari Raya Kelahiran Tuhan Yesus hingga hari sebelum hari raya Penampakan Tuhan.Warna liturgi yang digunakan adalah warna Putih.

Masa Prapaskah
Masa Prapaskah merupakan masa persiapan sebelum paskah.Ada yang memulainya dengan Septuagesima, yakni hari ke sembilan sebelum paskah.Tetapi yang lebih umum adalah masa 40 hari sebagai persiapan dengan berpantang dan berpuasa.Masa Prapaskah dimulai dengan Hari Rabu Abu.Warna liturgi selama masa Prapaskah adalah Ungu.Namun pada Minggu Palma ada yang menggunakan warna Ungu tetapi ada juga menggunakan warna Merah.

Masa Paskah
Masa Paskah dirayakan mulai dari Hari Raya Kebangkitan Tuhan Yesus, sampai sebelum Hari Raya Pencurahan Roh Kudus (Pentakosta).Warna liturgi selama masa Paskah adalah warna Putih.

Masa Biasa
Masa biasa merupakan dimulai setelah hari raya Pentakosta.Dalam masa-masa ini merupakan peringatan masa-masa Gereja berjuang di tengah dunia.

Hari Tuhan
Hari Minggu adalah hari di mana umat berkumpul merayakan liturgi, "untuk mendengarkan Sabda Allah dan ikut serta dalam perayaan Ekaristi, mengenangkan sengsara, kebangkitan dan kemuliaan Tuhan Yesus, serta mengucap syukur kepada Allah" (Sacrosanctum Concilium no 106).

Peringatan Orang Kudus
Dalam daur tahunan, Gereja merayakan peringatan para martir dan orang kudus sebagai perayaan Paska Tuhan di dalam mereka "yang telah menderita dan dimuliakan bersama Kristus. Gereja memaparkan teladan mereka kepada umat beriman dalam menarik semua orang kepada Allah Bapa melalui Kristus, dan atas pahala-pahala yang diterima para martir dan orang kudus, Gereja memohon karunia-karunia dari Allah" (Sacrosanctum Concilium no 104).

Ibadat Harian (Horarium)
Horarium merupakan doa seluruh Gereja. Setiap orang ambil bagian di dalamnya sesuai dengan tempatnya di Gereja dan menurut status hidupnya: para imam, biarawan dan biarawati, dan awam menurut kemungkinan yang ada pada mereka. Ibadat Harian dapat dilakukan bersama atau secara perorangan.Ibadat Harian seakan-akan merupakan kelanjutan dari perayaan Ekaristi.

C.     Ritus
Tata upacara atau ritus dalam perayaan liturgi yang berbeda-beda menunjukkan kekayaan misteri Kristus yang khas ditampilkan dalam tradisi liturgi yang beraneka ragam menurut wilayah geografis dan kebudayaan. Namun pada dasarnya ritus-ritus menunjukkan misteri keselamatann Kristus yang satu dan sama. Dengan demikian misteri Kristus disampaikan kepada semua bangsa dengan budaya dan bahasa mereka masing-masing.

Ritus atau Tradisi Liturgi yang sekarang digunakan adalah Ritus Latin (terutama Ritus Roma, Ritus Ambrosian, dan ritus ordo tertentu), Ritus Bizantium, Ritus Aleksandria atau Koptik, Ritus Suriah Timur, Ritus Armenia, Ritus Antiokhia.

D.    Liturgi dan Aneka Kebudayaan
Agar misteri keselamatan Kristus dapat disampaikan dan meresap pada setiap orang, maka perayaan liturgi harus sesuai dengan jiwa dan kebudayaan masing-masing bangsa (Sacrosanctum Concilium no 37-40). Namun harus diperhatikan kenyataan dalam liturgi bahwa ada bagian-bagian yang tetap, tidak berubah, karena berasal dari Allah, dan harus dilindungi Gereja (Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Vicesimus quintus annus, no. 16).

Saya pernah mendengar bahwa ada orang-orang yang mengatakan liturgi di Gereja Katolik itu ‘membosankan’.Katanya lagu-lagunya itu-itu saja, kurang bersemangat dan kurang berkesan.Apa iya, demikian halnya? Sebelum berkomentar, mari kita lihat dulu apa sebenarnya arti liturgi di dalam Gereja Katolik. Lalu, setelah itu baru kita tilik kembali komentar itu.Sebab, jangan-jangan masalahnya bukan pada liturgi-nya tetapi pada diri si penerima.Ibaratnya, “kesalahan bukan pada stasiun pemancar radio, tetapi pada antena anda.” Walaupun demikian, mari kita lihat juga apa yang perlu kita lakukan supaya kita dapat menghayati liturgi dan menjadikannya bagian dari diri kita, supaya kita tidak sampai bosan. Ini adalah bentuk “perbaikan antena” sehingga radio kita dapat menangkap sinyal dengan lebih baik.
Telah kita ketahui bahwa sakramen adalah penghadiran Misteri Kristus (lihat artikel: Sakramen: Apa pentingnya dalam kehidupan iman kita?). Di dalam liturgi, Gereja merayakan Misteri Paskah Kristus yaitu sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga- yang membawa kita kepada Keselamatan. ((Lihat Sacrosanctum Concilium, Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci, 5, dan Katekismus Gereja Katolik 1067, 1068.)) Dengan merayakan Misteri Kristus ini, kita memperingati dan merayakan bagaimana Allah Bapa telah memenuhi janji dan menyingkapkan rencana keselamatan-Nya dengan menyerahkan Yesus Putera-Nya oleh kuasa Roh Kudus untuk menyelamatkan dunia. ((Lihat KGK 1066.)) Jadi sumber dan tujuan liturgi adalah Allah sendiri.

Katekismus Gereja Katolik menjabarkan tentang liturgi sebagai karya Allah dengan mengutip surat Rasul Paulus, demikian:

“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.” (Ef 1:3-6) ((Lihat KGK 1077))

Maka “berkat rohani” merupakan karya Allah.Sumber dari segala berkat rohani ini adalah Allah Bapa, berkat ini dicurahkan kepada kita di dalam Kristus, oleh kuasa Roh Kudus.Sejak awal mula Allah telah memberkati mahluk ciptaan-Nya, secara khusus umat manusia ((lih.KGK 1080)).Dalam liturgi inilah berkat rohani surgawi dicurahkan kepada kita. Dan karena berkat rohani dari Allah yang terbesar adalah karya keselamatan Allah yang dilaksanakan oleh Kristus dan  di dalam Kristus, maka karya keselamatan Allah itulah yang dihadirkan kembali di tengah Gereja dalam liturgi, oleh kuasa Roh Kudus.

Liturgi pada awalnya berarti “karya publik”.Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah.Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. ((Lihat KGK 1069.)) Pada jaman Gereja awal seperti dijabarkan di dalam surat rasul Paulus, para pengikut Kristus beribadah bersama di dalam liturgi (dikatakan sebagai “korban dan ibadah iman” di dalam Flp 2:17). Termasuk di sini adalah pewartaan Injil “(Rom 15:16); dan pelayanan kasih (2 Kor 9:12). Maka, dalam Perjanjian Baru, kata ‘liturgi’ mencakup tiga hal, yaitu ibadat, pewartaan dan pelayanan kasih yang merupakan partisipasi Gereja dalam meneruskan tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja. ((Lihat KGK 1070.))

Secara khusus, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung. Dalam hal ini, liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah Bapa, namun dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya, yaitu Gereja; sehingga liturgi merupakan karya bersama antara Kristus (Sang Kepala) dan Gereja (Tubuh Kristus). Konsili Vatikan II mengajarkan pengertian tentang liturgi sebagai berikut:

“Maka, benarlah bahwa liturgi dipandang sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus. Di dalam liturgi, dengan tanda-tanda lahiriah,  pengudusan manusia dilambangkan dan dihasilkan dengan cara yang layak bagi masing-masing tanda ini; di dalam Liturgi, seluruh ibadat publik dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para anggota-Nya.
Oleh karena itu setiap perayaan liturgis sebagai karya Kristus sang Imam serta Tubuh-Nya yakni Gereja, merupakan kegiatan suci yang sangat istimewa. Tidak ada tindakan Gereja lainnya yang menandingi daya dampaknya dengan dasar yang sama serta dalam tingkatan yang sama.” ((Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concilium, 7))

Oleh karena itu tidak ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi ((Lihat KGK 1070, Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concillium, 7.)) karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu erat antara Kristus dengan Gereja sebagai ‘Mempelai’-Nya dan Tubuh-Nya sendiri.

Paus Pius XII dalam surat ensikliknya tentang Liturgi Suci, Mediator Dei, menjabarkan definisi liturgi sebagai berikut:

“Liturgi adalah ibadat publik yang dilakukan oleh Penebus kita sebagai Kepala Gereja kepada Allah Bapa dan juga ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat beriman kepada Pendirinya [Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa.Singkatnya, liturgi adalah ibadat penyembahan yang dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.” ((Paus Pius XII, Mediator Dei, 20))

Atau, dengan kata lain, definisi liturgi adalah seperti yang dirumuskan oleh Rm. Emanuel Martasudjita, Pr. dalam bukunya Liturgi, yaitu: “Liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah di dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus.” ((Rm. Emanuel Martasudjita, Pr., Liturgi, Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), p.22))



BAB II
SUMBER DAN TUJUAN LITURGI


A.    Allah Bapa: Sumber dan Tujuan Liturgi
Alkitab mengatakan, “Terpujilah Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia yang dikasihi-Nya” (Ef 1:3-6).Dari sini kita mengetahui bahwa Allah Bapalah yang memberikan rahmat sorgawi kepada kita, melalui Kristus dan di dalam Kristus.Dan karena rahmat itu diberikan di dalam sakramen melalui liturgi, maka sumber liturgi adalah Allah Bapa, dan tujuan liturgi adalah kemuliaan Allah.

B.     Kristus Bekerja di dalam Liturgi
Karena Kristus telah bangkit mengalahkan maut, maka, Ia yang telah duduk di sisi kanan Allah Bapa, pada saat yang sama dapat terus mencurahkan Roh Kudus-Nya kepada Tubuh-Nya, yaitu Gereja-Nya, melalui sakramen-sakramen. ((Lihat KGK 1084)) Karena Yesus sendiri yang bertindak dengan kuasa Roh Kudus-Nya, maka kita tidak perlu meragukan efeknya, karena pasti Kristus mencapai maksud-Nya.

Puncak karya Kristus adalah Misteri Paska-Nya, maka Misteri Paska inilah yang dihadirkan di dalam liturgi Gereja. ((Lihat KGK 1085)) Jadi dalam liturgi, Misteri Paska yang sungguh-sungguh telah terjadi di masa lampau dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus. Karena Kristus telah menang atas kuasa dosa dan maut, maka Misteri Paska-Nya tidak berlalu begitu saja ditelan waktu, namun dapat dihadirkan kembali oleh kuasa Ilahi, yang mengatasi segala tempat dan waktu. Hal ini dilakukan Allah karena besar kasih-Nya kepada kita, sehingga kita yang tidak hidup pada masa Yesus hidup di dunia dapat pula mengambil bagian di dalam kejadian Misteri Paska Kristus dan menerima buah penebusan-Nya.Katekismus mengajarkan, “Liturgi Kristen tidak hanya mengingatkan kita akan peristiwa-peristiwa yang menyelamatkan kita, tetapi menghadirkannya juga.Misteri Paska Kristus dirayakan bukan diulangi; hanya perayaan-perayaan itu yang diulangi.Di dalam setiap perayaan terjadi curahan Roh Kudus yang membuat misteri yang terjadi hanya satu kali itu, menyata dalam waktu sekarang.” ((KGK 1104))

Kristus selalu hadir di dalam Gereja, terutama di dalam perayaan liturgi. Pada perayaan Ekaristi/ Misa kudus, Kristus tidak hanya hadir di dalam diri imam-Nya, namun juga di dalam wujud hosti kudus (lihat artikel: Sudahkah kita pahami arti Ekaristi?). Liturgi di dunia menjadi gambaran liturgi surgawi di mana Yesus duduk di sisi kanan Allah Bapa, dan kita semua sebagai anggota Gereja memuliakan Allah bersama seluruh isi surga. ((Lihat Konsili Vatikan II, tentang Liturgi  suci, Sacrosanctum Concilium, 8.))

C.     Roh Kudus dan Gereja di dalam Liturgi
Jika Roh Kudus bekerja di dalam diri seseorang, maka Ia akan menggerakkan hati orang tersebut untuk bekerjasama dengan Allah. Kita dapat melihat hal ini pada teladan Bunda Maria dan para Rasul.Demikian halnya liturgi menjadi hasil kerjasama Roh Kudus dengan kita sebagai anggota Gereja. ((Lihat KGK 1091)) Kerjasama Roh Kudus dan Gereja ini menghadirkan Kristus dan karya keselamatan-Nya di dalam liturgi, sehingga liturgi bukan sekedar ‘kenangan’ akan Misteri Kristus, melainkan adalah kehadiran Misteri Kristus yang satu-satunya itu. ((Lihat KGK 1099, 1104))

Peran Roh Kudus dinyatakan pada saat pembacaan Sabda Allah, karena Roh Kudus menjadikan Sabda itu dapat diterima dan dilaksanakan di dalam hidup umat. Kemudian Roh Kudus memberikan pengertian rohani terhadap Sabda Tuhan itu, yang menghidupkan perkataan doa, tindakan dan tanda-tanda lahiriah yang dipergunakan dalam liturgi, dan dengan demikian Roh Kudus menghidupkan hubungan antara umat (beserta para imam) dengan Kristus. ((Lihat KGK 1101,1102.)) Selanjutnya peran Roh Kudus nyata saat konsekrasi, yaitu saat roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus.Di sinilah puncak perayaan Ekaristi terjadi, saat Kristus berkenan menghadirkan Diri di tengah Gereja-Nya.

Oleh karena itu Sang Pelaku yang utama dalam liturgi adalah Kristus, dan kita sebagai anggota Gereja mengambil bagian di dalam karya keselamatan Allah yang dilakukan oleh Kristus itu. Dengan demikian bukan kita pribadi yang dapat menentukan segala sesuatunya dalam liturgi menurut kehendak sendiri, melainkan kita sepantasnya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus dalam perayaan tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para rasul dan diteruskan dengan setia oleh para penerus mereka.

Kristus mengajak kita ikut serta mengambil bagian dalam Misteri Keselamatan-Nya
Yesus mengajak kita semua ikut mengambil bagian dalam karya keselamatan-Nya, terutama dalam Misteri Paska-Nya yang dihadirkan kembali di dalam Liturgi. Karena kuasa kasih dan kebangkitan-Nya, Kristus memberikan kita kesempatan yang sama dengan orang-orang yang hidup pada zaman Ia hidup di dunia 2000 tahun yang lalu, yaitu menyaksikan dan ikut mengambil bagian dalam peristiwa yang mendatangkan keselamatan kita, yaitu wafatNya di salib, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga. Secara khusus penghadiran Misteri Paska ini nyata dalam Ekaristi, yang merupakan penghadiran kurban Kristus yang sama dan satu-satunya itu oleh kuasa Roh Kudus. ((Kini Ekaristi diwujudkan sebagai kurban yang tidak berdarah, karena Yesus telah menang atas maut, sehingga tidak mungkin kurban Kristus yang satu-satunya itu dihadirkan kembali dengan penumpahan darahNya seperti yang terjadi secara historis 2000 tahun yang lalu.)) Kuasa Roh Kudus yang dulu menghadirkan Yesus dalam rahim Maria, kini hadir untuk menghadirkan Yesus di altar.Kuasa Roh Kudus yang dulu hadir pada hari Pentakosta kini hadir di dalam setiap perayaan Ekaristi, untuk mengubah kita menjadi seperti para rasul, dipenuhi kasih dan semangat yang berkobar untuk ikut serta melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah di dunia ini.

Jika kita menghayati kebenaran ini, kita seharusnya tidak bosan dan mengantuk dalam mengikuti misa. Sebab jika demikian, kita seumpama mereka yang hidup di jaman Yesus, hadir di bawah kaki salib Yesus, tetapi malah melamun dan tidak mempunyai perhatian akan apa yang sedang terjadi di hadapan mata mereka. Sungguh tragis, bukan? Memang Misteri Paska itu tidak hadir persis secara fisik seperti 2000 tahun lalu, namun secara rohani, Misteri Kristus yang sama dan satu-satunya itu hadir dan membawa efek yang sama seperti pada 2000 tahun yang lalu. Betapa dalamnya makna dari misteri ini, namun kita perlu menilik ke dalam hati kita yang terdalam untuk melihatnya dengan mata rohani dan menghayatinya dengan sikap tunduk dan kagum.



BAB III
SIKAP DI DALAM LITURGI


A.    Bagaimana sikap dalam liturgi
Bayangkan jika anda secara pribadi diundang pesta oleh Bapak Presiden. Tentu anda akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya bukan? Anda akan berpakaian yang sopan, bersikap yang pantas, mempersiapkan apa yang akan anda bicarakan, dan anda akan datang tidak terlambat, jika perlu siap sebelum waktunya. Mari kita memeriksa diri, sudahkah kita bersikap demikian di dalam ‘pertemuan’ kita dengan Tuhan di dalam liturgi.Karena Tuhan jauh lebih mulia dan lebih penting daripada Bapak Presiden, seharusnya persiapan kita jauh lebih baik daripada persiapan bertemu dengan Presiden.

Langkah #1: Mempersiapkan diri sebelum mengikuti liturgi dan mengarahkan hati sewaktu mengikuti liturgi
Untuk menyadari kedalaman arti misteri ini, kita harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh sebelum mengambil bagian di dalam liturgi. Persiapan ini dapat berbentuk: membaca dan merenungkan ayat kitab suci pada hari itu, hening di sepanjang jalan menuju ke gereja, datang di gereja lebih awal, berpuasa ( 1 jam sebelum menyambut Ekaristi dan terutama berpuasa sebelum menerima sakramen Pembaptisan dan Penguatan), memeriksa batin, mengaku dosa dalam sakramen Tobat sebelum menerima Ekaristi.

Lalu, sewaktu mengikuti liturgi, kitapun harus senantiasa mengarahkan sikap hati yang benar.Jika terjadi ‘pelanturan’, segeralah kita kembali mengarahkan hati kepada Tuhan. Kita harus mengarahkan akal budi kita untuk menerima dengan iman bahwa Yesus sendirilah yang bekerja melalui liturgi, dan bahwa Roh KudusNya menghidupkan kata-kata doa dan teks Sabda Tuhan yang diucapkan di dalam liturgi, sehingga menguduskan tanda-tanda lahiriah yang dipergunakan di dalam liturgi untuk mendatangkan rahmat Tuhan.

Sikap hati ini dapat diwujudkan pula dengan berpakaian yang sopan, tidak ‘ngobrol’ pada saat mengikuti liturgi, dan tidak menyalakan hp/ mengangkat telpon di gereja.Sebab jika demikian dapat dipastikan bahwa hati kita tidak sepenuhnya terarah pada Tuhan.

Langkah #2: Bersikap aktif: jangan hanya menerima tetapi juga memberi kepada Tuhan
St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa penyembahan yang sempurna itu mencakup dua hal, yaitu menerima dan memberikan berkat-berkat ilahi. ((Lihat St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, III, 63, 2.)) Di dalam liturgi, penyembahan kita kepada Tuhan mencapai puncaknya, saat kita kita turut memberikan/ mempersembahkan diri kita kepada Tuhan dan pada saat kita menerima buah dari penebusan Kristus melalui Misteri Paska-Nya. Puncak liturgi adalah Ekaristi, di mana di dalam Misteri Paska yang dihadirkan kembali itu, Kristus menjadi Imam Agung, dan sekaligus Kurban penebus dosa. ((Lihat KGK 1348, 1364,1365.))

Dalam liturgi Ekaristi, kita sebagai anggota Tubuh Kristus seharusnya tidak hanya ‘menonton’ atau sekedar menerima, tetapi ikut mengambil bagian dalam peran Kristus sebagai Imam Agung dan Kurban tersebut. Caranya adalah dengan turut mempersembahkan diri kita, beserta segala ucapan syukur, suka duka, pergumulan, dan pengharapan, untuk kita persatukan dengan kurban Kristus. ((Lihat Lawrence G. Lovasik, The Basic Book of the Eucharist, (Sophia Institute Press, New Hampshire, 1960), p.73, “To receive Communion is not only to receive, for it is a Treasure, but also to give, and to give something that will make of you and the Victim one gift. You cannot be one with the Victim without yourself being a victim. Your motto should be: “I live for Jesus, and Jesus Christ lives in me.”)) Setiap kali menghadiri misa, kita bawa segala kurban persembahan diri kita untuk diangkat ke hadirat Tuhan, terutama pada saat konsekrasi ((Doa Konsekrasi adalah saat imam mengangkat hosti dan berkata “Terimalah dan makanlah….” Dan mengangkat piala, dan berkata “Terimalah dan minumlah….”)), yaitu saat kurban roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Dengan demikian kurban kita akan menjadi satu dengan kurban Yesus. Oleh karena itu, liturgi menjadi penyembahan yang sempurna karena Kristus yang adalah satu-satunya Imam Agung dan Kurban yang sempurna, menyempurnakan segala penyembahan kita. Bersama Yesus di dalam liturgi kita akan sungguh dapat menyembah Allah Bapa di dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24), karena di dalam liturgi kuasa Roh Kudus bekerja menghadirkan Kristus yang adalah Kebenaran itu sendiri.

Hal kehadiran Yesus tidak hanya terjadi dalam Ekaristi, tetapi juga di dalam liturgi yang lain, yaitu Pembaptisan, Penguatan, Pengakuan Dosa, Perkawinan, Tahbisan suci, dan Pengurapan orang sakit.Dalam liturgi tersebut, kita harus berusaha untuk aktif berpartisipasi agar dapat sungguh menghayati maknanya. Partisipasi aktif ini bukan saja dari segi ikut menyanyi, atau membaca segala doa yang tertulis, melainkan terutama partisipasi dari segi mengangkat hati dan jiwa untuk menyembah dan memuji Tuhan, dan meresapkan segala perkataan yang diucapkan di dalam hati.

Langkah #3: Jangan memusatkan perhatian pada diri sendiri tetapi pada Kristus
Jadi, agar dapat menghayati liturgi, kita harus memusatkan perhatian kita kepada Kristus, dan pada apa yang telah dilakukanNya bagi kita, yaitu: oleh kasihNya yang tak terbatas, Kristus tidak menyayangkan nyawa-Nya dan mau wafat bagi kita untuk menghapus dosa-dosa kita. Kita bayangkan Yesus sendiri yang hadir di dalam liturgi dan berbicara sendiri kepada kita. Dengan berfokus pada Kristus, kita akan memperoleh kekuatan baru, sebab segala pergumulan kita akan nampak tak sebanding dengan penderitaan-Nya. Kitapun akan dikuatkan di dalam pengharapan karena percaya bahwa Roh Kudus yang sama, yang telah membangkitkan Yesus dari kubur akan dapat pula membangkitkan kita dari pengaruh dosa dan segala kesulitan kita.

Jika kita memusatkan hati dan pikiran pada Kristus, maka kita tidak akan terlalu terpengaruh jika musik atau penyanyi di gereja kurang sempurna, khotbah kurang bersemangat, kurang keakraban ataupun hawa panas dan banyak nyamuk. Walaupun tentu saja, idealnya semua hal itu sedapat mungkin diperbaiki.Kita bahkan dapat mempersembahkan kesetiaan kita disamping segala ketidak sempurnaan itu- sebagai kurban yang murni bagi Tuhan. Langkah berikutnya adalah, apa yang dapat kita lakukan untuk turut membantu memperbaiki kondisi tersebut. Inilah salah satu cara menghasilkan ‘buah’ dari penerimaan rahmat Tuhan yang kita terima melalui liturgi.

Liturgi adalah sumber kehidupan
Jadi sebagai karya Kristus, liturgi menjadi kegiatan Gereja di mana Kristus hadir dan membagikan rahmat-Nya, ((Lihat KGK 1071.)) yang menjadi sumber kehidupan rohani kita. Walaupun demikian, liturgi harus didahului oleh pewartaan Injil, iman dan pertobatan, ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 9, KGK 1072.)) sebab tanpa ketiga hal tersebut akan sangat sulit bagi kita untuk menghayati perayaan liturgi, apalagi menghasilkan buahnya dalam kehidupan sehari-hari. Ibaratnya tak kenal maka tak sayang, maka jika kita ingin menghayati liturgi, maka sudah selayaknya kita mengetahui makna liturgi, menerimanya dengan iman dan menanggapinya dengan pertobatan.

Liturgi yang bersumber pada Allah menjadi sumber dan puncak kegiatan Gereja.Bersumber pada liturgi ini, Gereja menimba kekuatan untuk melaksanakan pembaharuan di dalam Roh, misi perutusan, dan menjaga persatuan umat. Maka jika kita mengalami ‘kemacetan ataupun percekcokan’ di dalam kegiatan paroki, petunjuk praktis untuk memeriksa adalah: Sudah cukupkah keterlibatan anggota dalam Ekaristi -tiap minggu atau jika mungkin setiap hari? Adakah kedisiplinan anggota untuk mengaku dosa di dalam Sakramen Tobat secara teratur, misalnya sebulan sekali? Walaupun demikian, kehidupan rohani kita tidak terbatas hanya dari keikutsertaan dalam liturgi, tetapi juga dari kehidupan doa yang benar (doa pribadi (Mat 6:6) dan doa tanpa henti (1Tes 5:17)). ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 12))

Kesimpulan
Seperti telah diuraikan di atas: liturgi merupakan partisipasi kita di dalam doa Kristus kepada Allah Bapa oleh kuasa Roh Kudus. Liturgi terutama Ekaristi yang menghadirkan Misteri Paska Kristus merupakan peringatan akan karya Allah Tritunggal untuk mendatangkan keselamatan bagi dunia. Maka liturgi merupakan puncak kegiatan Gereja, dan sumber di mana kuasa Gereja dicurahkan, ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 10, dan KGK 1074.)) yaitu kehidupan baru di dalam Roh, keikutsertaan di dalam misi perutusan Gereja dan pelayanan terhadap kesatuan Gereja. ((Lihat KGK 1072)) Jadi bagi kita umat beriman, terutama yang ikut ambil bagian di dalam karya kerasulan awam, keikutsertaan di dalam liturgi merupakan sesuatu yang utama.Tidak bisa kita melayani umat, jika kita sendiri tidak diisi dan diperbaharui oleh rahmat Tuhan sendiri.Prinsipnya, “kita tidak bisa memberi, jika kita tidak terlebih dahulu menerima” rahmat yang dari Allah.

Rahmat Allah ini secara nyata kita terima melalui liturgi.Dalam hal ini, Ekaristi memegang peranan penting karena di dalamnya rahmat yang diberikan adalah Kristus sendiri.Kini tinggal giliran kita untuk memeriksa diri dan mempersiapkan hati untuk menerima berkat rahmat itu. Jika kita mempunyai sikap hati yang benar dan berpartisipasi aktif di dalam liturgi, maka Tuhan sendiri akan memberkati dan menjadikan kita anggota TubuhNya yang menghasilkan buah bagi kemuliaan nama-Nya. Menimba bekal rohani melalui liturgi merupakan salah satu cara yang paling nyata untuk menjawab undangan Tuhan Yesus, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu…. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:4-5).



BAB IV
PERKEMBANGAN LITURGI

Secara etimologis istilah liturgi berasal dari bahasa Yunani, yaitu leitourgia (leitourgia). Kataleitourgia ini berasal dari dua kata, leitos (leitos) kata sifat dari laos (laos) yang berarti bangsa, masyarakat atau negara, dan ergon (ergon) yang berarti karya, fungsi atau pelayanan. Sehinggaleitourgia berarti fungsi umum atau proyek negara. Leitourgia juga berarti kerja atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa oleh pribadi-pribadi. Dalam masyarakat Yunani kuno, kata leitourgia itu menunjukkan karya pembaktian yang tidak dibayar, sumbangan orang yang kaya atau pajak untuk masyarakat atau negara. Dalam perkembangan pada zaman hellenistik, kata leitourgia mempunyai arti yang lebih luas, termasuk pelayanan yang dilaksanakan oleh para budak kepada majikan mereka dan juga perbuatan-perbuatan kecil yang mereka laksanakan terhadap teman-teman. Jadi kata leitourgia pada mulanya mempunyai arti profan-politis, dan bukan kultis seperti yang dipahami pada masa ini. Dan pada abad ke 4 SM, kata leitourgia semakin diperluas mencakup berbagai macam karya pelayanan.
Istilah leitourgia mendapat arti kultis sejak abad ke 2 SM, yang berarti pelayanan ibadat. Kata ini dipakai dalam penerjemahan Kitab Suci dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani (Teks Septuaginta). Teks Septuaginta memakai kata liturgi sebayak 170 kali untuk menunjuk ibadat kaum Lewi. Ini sesuai dengan pengertian ibadat kamu Lewi sebagai institusi ilahi yang dipercayakan kepada bangsawan Israel, para imam kaum Lewi.
Dalam Perjanjian Baru, kata liturgi muncul sebanyak 15 kali dengan berbagai variasi arti. Istilah ini dipakai untuk menunjuk fungsi duniawi para pemerintah (Rm. 13:6), pelayanan imamat Perjanjian Lama Zakaria (Luk. 1:23), kurban persembahan atau imamat Kristus dengannya Dia menjadi leitourgos (Ibr. 8:1), kurban rohani orang-orang kristen (Rm 15:60, ibadat orang-orang Kristen “yang merayakan liturgi kepada Tuhan” di Antiokhia (Kis. 13:2). Penggunaan kata liturgi yang bervariasi juga mempunyai beberapa makna yang berbeda-beda. Kis. 13:2 adalah satu-satunya teks Perjanjian Baru yang menggunakan kata liturgi menurut arti yang biasa kita mengerti pada masa sekarang yakni untuk menunjuk ibadat atau doa kristiani. Dari sinilah muncul nama yang kemudian hari disebut liturgi kristen. Dan kesimpulannya menunjukkan bahwa kata liturgi dalam Perjanjian Baru dihubungkan dengan pelayanan kepada Allah dan sesama. Pelayanan kepada Allah dan sesama itu tidak terbatas pada kegiatan ibadat saja, tapi juga pada aneka bidang kehidupan lain. Akan tetapi istilah liturgi dalam Perjanjian Baru tidak menunjuk pada pelayanan kultus dari pemimpin jemaat Kristen, sebab pemahaman tentang imamat Perjanjian Baru tidak lagi berdasar pada imamat Perjanjian Lama. Bila dalam Perjanjian Lama imamat dihubungkan dengan imamat kaum Lewi, dalam Perjanjian Baru satu-satunya imam adalah Yesus Kristus. Perjanjian Baru mengenal satu imamat saja, yaitu imamat Yesus Kristus. Sedangkan imamat umum dan imamat khusus yang diterima umat Allah selalu merupakan partisipasi pada imamat Yesus Kristus.
Penulis-penulis Kristen pertama meneruskan arti liturgi sebagai ibadat atau doa kristiani. Uskup-uskup dan diakon-diakon melaksanakan liturgi para nabi dan para guru, sehingga kultus Kristen tetap berdasar pada kebudayaan Yahudi yang dipengaruhi oleh kultus kaum Lewi. Tetapi dalam kekristenan, istilah liturgi secara total mendapat arti baru dalam relasi dengan imamat Kristus.
Dalam Perkembangan Gereja Selanjutnya
Di Gereja Timur, liturgi dimengerti hanya sebatas menunjuk kultus orang kristen pada umumnya dan perayaan ekaristi pada khususnya. Akan tetapi di Gereja Barat yang berbahasa Latin, istilah liturgi lama tidak dipakai, dan diganti dengan istilah officia divinaopas divinum atau minister,obsequiumcaeremoniamunusservussacri dan ecclesia ritus.
Istilah liturgi kembali dikenal dalam Gereja Barat pada abad ke enam belas, karena pengaruh Gereja-gereja Reformasi yang memakai istilah liturgi dalam arti luas yaitu ibadat Gereja. Kata liturgi muncul pertama kali dalam dokumen resmi dalam bahasa Latin pada masa Paus Gregorius XVI (abad ke delapan belas) dan menjadi istilah resmi sejak Paus Pius X (1903 – 1914) dan Kitab Hukum Kanonik 1917. Kemudian Paus Pius XII (1947) menggunakan kata liturgi dalam ensiklikMediator Dei dan Konsili Vatikan II membakukan istilah liturgi dalam konstitusi Sacrosanctum Consilium untuk menyebut perayaan iman.
Liturgi menurut Mediator Dei
Paus Pius XII dalam ensiklik Mediator Dei sebagai ensiklik peletak dasar liturgi suci memberikan definisi klasik yaitu liturgi sebagai ibadat umum (bersama) yang dihantar kepada Bapa oleh penyelamat kita sebagai Kepala atas Gereja sama seperti ibadat komunitas beriman dihantar kepada pendirinya dan melalui Dia kepada Bapa (no. 20). Dalam ensiklik ini ditekankan bahwa liturgi adalah kebaktian Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Kristus bertindak sebagai imam agung, satu-satunya pengantara kita kepada Bapa. Namun Kristus tidak bertindak sendirian, Dia bertindak bersama Gereja, Kristus sebagai Kepala atas tubuh-Nya dan di dalam Kristus seluruh tubuh ikut bertindak.
Liturgi menurut Konsili Vatikan II
Konsili Vatikan II tidak memberikan arti liturgi secara definitif, akan tetapi membuahkan pemahaman yang mendalam yang dirangkum dalam dokumen Konstitusi Sacrosanctum Concilium. SC 7 menyatakan liturgi sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus; sebagai ibadat umum yang seutuhnya oleh Tubuh Mistik Kristus, yakni Kepala beserta para anggotanya, sebagai karya Kristus sang Imam serta tubuh-Nya yakni Gereja. Nilai yang penting dan fundamental dari liturgi adalah kehadiran Kristus dalam ekaristi, dalam sakramen-sakramen, Sabda Allah dan dalam liturgi harian. Liturgi dipandang sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus, di dalamnya pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara yang khas bagi masing-masing.
Menurut SC 7, liturgi mempunyai dua tujuan yaitu pemuliaan Allah dengan secara sempurna (ascending structure) dan pengudusan mereka yang merayakan (descending structure). Manusia sendiri tidak bersifat pasif, tetapi dituntut untuk mendengar dan percaya. Karya Allah yang menyelamatkan dijawab dengan pujian seluruh Gereja bersama Kristus di dalamnya. Jadi, liturgi bisa diartikan sebagai tindakan Yesus Kristus, Imam Agung, bersama Gereja-Nya untuk keselamatan manusia dan pemuliaan Allah yang ada di surga. Dalam liturgi terjadilah dialog antara Allah dengan manusia.
Culmen et Fons
Dalam SC 10 yang diinspirasikan oleh Mediator Dei, liturgi diartikan sebagai puncak yang dituju oleh kegiatan Gereja, dan sekaligus sumber segala daya kekuatannya. Gereja berusaha agar semua orang melalui iman dan baptis menjadi putra-putri Allah, berhimpun menjadi satu, meluhurkan Allah di tengah Gereja, ikut serta dalam Kurban dan menyantap perjamuan Tuhan. Inilah liturgi sebagai culmen atau puncak. Dari pihak lain, liturgi mendorong agar sesudah dipuaskan dengan sakramen-sakramen, Gereja menjadi sehati sejiwa dalam kasih, mengamalkan dalam hidup sehari-hari apa yang mereka peroleh dalam iman. Liturgi menjadi fons atau sumber kekuatan untuk hidup sehari-hari.
Subyek Liturgi
Menurut SC 7, yang menjadi subyek atau pelaku liturgi adalah Kepala dan para anggota Tubuh Mistik Kristus, yaitu Yesus Kristus dengan Gereja. Sehingga liturgi merupakan tindakan Kristus sekaligus tindakan Gereja. Namun, agar aspek pneumatologis juga berperan di dalamnya, kiranya lebih tepat mengartikan liturgi sebagai perayaan misteri karya keselamatan Allah bagi manusia dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, sang Imam Agung bersama Gereja-Nya, dalam ikatan Roh Kudus.
Penutup
Liturgi merupakan suatu pertemuan personal, yaitu pribadi-pribadi manusia bertemu dengan ketiga Pribadi ilahi seturut peranan tiap-tiap Pribadi dalam sejarah keselamatan. Pribadi-pribadi manusia yang bersatu dalam Gereja memuliakan Allah Bapa yang menyelamatkan, bersama dengan Yesus Kristus sang Kepala Gereja dalam ikatan Roh Kudus. Liturgi menghadirkan kepada kita sejarah keselamatan, yang di dalamnya kasih Allah yang menyelamatkan kita alami dalam Putra-Nya melalui Roh Kudus. Melalui liturgi inilah, misteri Kristus diwartakan kepada semua orang agar dapat menghayati misteri tersebut dengan sepenuhnya. Dalam setiap liturgi, Roh Kuduslah yang sesungguhnya mengumpulkan semua umat di dalam satu tubuh untuk menuju keselamatan.

Liturgi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, leitourgia, yang berarti kerja bersama. Kerja bersama ini mengandung makna peribadatan kepada Allah dan pelaksanaan kasih, dan pada umumnya istilah liturgi lebih banyak digunakan dalam tradisi Kristen, antara lain umat Katolik. Kurang lebih dapat dibandingkan dengan rukun salat secara berjamaah baik pada hari-hari raya maupun hari Jumat dan salat lima-waktu setiap hari pada umat Islam (lihat: Oxford Dictionary of World Religions, hal.582-3).

Daftar Pustaka
Brevoort, Benitius, Dr. OFM Cap., Liturgi, Parapat: 1976.
Budi Purnomo, Aloys, Pr., Merayakan Iman dalam Ibadah dan Doa Bersama, Medan: Penerbit Bina Media, 2000.
Dokumen Konsili Vatikan II, terjemahan oleh R. Hardawiryana, SJ., Jakarta: Obor, 1993.
Komisi Liturgi KWI, Liturgi: Gereja Merayakan Yesus Kristus, Suatu Pengantar Liturgi, Yogyakarta, 1989.
Kusno, Suhendro, Arti dan Makna Liturgi, dalam majalah Ekawarta: Forum Komunikasi KWI, edisi Juni, no. 3/X/1990.
Lang, Jovian P., OFM, Rev., Dictionary of the Lyturgy, New York: Catholic Book Publishing, 1989.
Martasudjita, E., Pr., Pengantar Liturgi, Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Sembiring, Johannis, Lic. S. Lit., OFM Cap., Introduksi Liturgi (Diktat Kuliah), tanpa tahun.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Mudah Bahasa Yunani 2

modul bahasa Ibrani 2

Belajar Mudah Bahasa Yunani 3